![]() |
Sidang pembacaan tuntutan perkara suap pada tiga proyek pengadaan barang dan jasa tahun 2024 di Dinas PUPR Kalsel di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (11/6/2025). (Dok. TribunKalsel) |
SATUHABAR.COM, KALSEL - Banjarmasin – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan (Kalsel), Ahmad Solhan, dengan hukuman penjara selama 5 tahun 8 bulan.
Ahmad Solhan dinilai terbukti terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi yang merugikan negara. Selain itu, Jaksa juga menuntut Ahmad untuk membayar uang pengganti sebesar Rp16 miliar dengan subsider pidana penjara selama 4 tahun. Tuntutan terhadap Ahmad Solhan INI disampaikan oleh Jaksa KPK, Meyer Simanjuntak, di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (12/6/2025).
Terkait uang pengganti, Jaksa menjelaskan bahwa jumlah tersebut mencakup uang yang sebelumnya digunakan oleh terdakwa untuk kegiatan operasional dan keagamaan. Jaksa menambahkan, terdakwa sebelumnya beberapa kali mengambil uang yang digunakan untuk kepentingan pribadi.
Dalam sidang yang sama, tiga terdakwa lainnya juga menerima tuntutan dari JPU KPK. Mantan Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel, Yulianti Erlina, dituntut dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan, serta denda sebesar Rp1 miliar dengan subsider 6 bulan penjara. Selain itu, Yulianti juga dituntut untuk membayar pidana tambahan sebesar Rp4 miliar, subsider pidana penjara selama 3 tahun.
Terdakwa lainnya, Ahmad, yang bukan merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta dengan subsider 4 bulan penjara.
Sedangkan Agustya Febry Andrian, yang merupakan mantan Kepala Laboratorium Bahan Kontruksi PUPR Kalsel sekaligus Kabag Rumah Tangga Setda Kalsel, dituntut pidana penjara 4 tahun 2 bulan dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan penjara.
Jaksa KPK juga memaparkan peran Ahmad yang menerima uang sebesar Rp2,3 miliar dari Ketua BAZNAS Kalsel dan kemudian menyalurkannya kepada Agustya Febry. Peran Ahmad sebagai penerima uang secara langsung dari Ketua BAZNAS Kalsel dianggap sebagai bagian penting dalam rangkaian korupsi ini.
Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Cahyono Riza Adrianto, menutup sidang dan mengagendakan pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari keempat terdakwa pada sidang berikutnya, yang dijadwalkan pada 25 Juni 2025. Keputusan ini memberikan kesempatan bagi para terdakwa untuk menyampaikan pembelaan atas tuntutan yang diajukan oleh JPU KPK.
Kasus suap dan gratifikasi ini menyoroti pentingnya pengawasan dalam pengelolaan anggaran dan proyek pembangunan di tingkat daerah. Ke depan, diharapkan langkah-langkah antisipatif dapat dilakukan untuk mencegah kasus serupa dan memperkuat integritas dalam pemerintahan. (*)
(sal/satuhabar)